Meriahnya Festival Kaghati Kolope 2022

Kaghati Kolope, layang-layang legendaris menjadi layang-layang primitif Sulawesi Tenggara karena diyakini telah ada selama 4.000 tahun. Berbeda dengan layang-layang pada umumnya, Kaghati Kolope dibuat langsung dari tangan nenek moyang menggunakan daun kolope atau umbi gadung, kulit bambu, benang nanas dan tali.
Bahan dasar membuat Kaghati Kolope cukup mudah ditemukan di setiap sudut kawasan. Tidaklah mengherankan bahwa Kaghati Kolope adalah tradisi yang membanggakan di Indonesia. Meski terbuat dari bahan alami, Kaghati Kolope yang biasanya setinggi 170cm ini terbukti tahan air, mampu terbang tinggi dan melayang-layang di angkasa selama berhari-hari.
Kaghati Kolope atau layang-layang tradisional Kabupaten Muna yang terbuat dari bahan baku alami yaitu daun ubi hutan, masuk sebagai salah satu penilaian akhir even nasional Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf). Festival Kaghati Kolope 2022 akan kembali diadakan pada 22 – 25 Juli 2022.
Di antara 17 kabupaten/kota di Sulawesi Tenggara, Festival Kaghati Kolope berada pada tahap akhir penilaian bersama dengan Festival Tangke dari Kabupaten Bombana dan Festival Wave dari Kabupate Wakatobi.
Kaghati Kolope merupakan salah satu warisan budaya Takbenda masyarakat Kabupaten Muna yang dikenal dunia internasional. Di mana kaghati kolope telah malang melintang ikut serta dalam even festival layang-layang tingkat nasional maupun internasional.
Layang-layang legendaris yang unik dan tangguh ini mendapat perhatian internasional karena menjadi pemenang pertama dalam kompetisi menerbangkan layang-layang internasional dan mengalahkan Jerman. Kaghati Kolope dan Pulau Muna menjadi perbincangan utama para pengamat layang-layang karena penampilan gemilang mereka dalam kompetisi menerbangkan rekor dunia.
Kembalinya Festival Kaghati Kolope 2022 merupakan harapan yang akan berbuah manis bagi masyarakat Muna. Sebagai salah satu perwakilan Sulawesi Tenggara, festival ini berhasil mengatasi penyensoran kegiatan kerjasama Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif dengan pemerintah daerah, Kharisma Event Nusantara (KEN).
Kaghati Kolope dan masyarakat Pulau Muna telah menjadi satu kesatuan yang tak terpisahkan. Menerbangkan Kaghati Kolope selama seminggu tanpa henti adalah tradisi yang masih dilakukan di Pulau Muna.
Pada hari ketujuh, tali layang-layang dipotong agar layang-layang dapat terbang bebas. Dulu, Kaghati Kolope tidak hanya dianggap sebagai permainan, nenek moyang masyarakat Pulau Muna percaya bahwa mengendarainya untuk tujuan spiritual.
Selain sebagai Warisan Budaya Takbenda (WBTB), Kaghati Kolope juga diklaim oleh penelitian Wolfgang Bieck sebagai layang-layang tertua di dunia, mengalahkan layang-layang China yang berusia 2.400 tahun.